MATERI PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA - BLOG PELAJAR NUSANTARA -->

    Social Items

imam-pendidikan.blogspot.com
MATERI KELAS XII
BAB 9 PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

Baca Juga :


Sejarah memang tidak bisa kita lupakan karena ia merupakan bagian dari pendidikan.

Seperti yang di katakan Emha Ainun Nadjib (Sejarawan;Budayawan indonesia) bahwa "Agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah, kebudayaan, politik".


Sebagai seorang yang berpendidikan tentunya sejarah adalah suatu acuan dalam mencari dan memahami ilmu pengetahuan. Dalam hal ini penulis tentunya akan membahas sedikit Materi Perkembangan Islam Di Indonesia. Namun sejarah ini sangat bekaitan erat dengan Sejarah Peradaban Islam Di Dunia, Perkembangan IslamPada Masa Modern, Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan. (Baca selengkapnya - Blog Anak Sekolah imam-pendidikan.blogspot.com


Bicara Islam di Indonesia tentunya tidak terlepas dari sejarah para wali sanga yang sudah banyak memberikan kontribusi masuknya islam di seluruh penjuru negeri ini, khusus nya di jawa.


Bahkan menurut Wikipedia Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar umat Muslim di dunia. Data Sensus Penduduk 2018 menunjukkan ada sekitar 86,7% atau 231 juta jiwa dari total 266 juta jiwa penduduk beragama Islam.


MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Buddha teLah dianut oleh masyarakat Indonesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wiLayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha. disebutkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali pada abad pertama Hijriah (kira-kira abad 8 Masehi).

Islam masuk ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu :
  • Jalur utara, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) - Damaskus –Bagdad - Gujarat (Pantai Barat India) - Srilangka – Indonesia.
  • Jalur selatan, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) - Yaman – Gujarat - Srilangka - Indonesia Daerah pertama dan kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai Sumatera bagian utara.
Berawal dari daerah itulah Islam mulai menyebar ke berbagai pelosok Indonesia, yaitu: wilayah-wilayah Pulau Sumatera (selain pantai Sumatera bagian utara), Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Kepulauan Maluku dan sekitarnya, dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Dalam waktu yang tidak terlalu lama Islam telah tersebar ke seluruh pelosok kepulauan Indonesia, sehingga mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam.

Hal itu disebabkan antara lain sebagai berikut :
  1. Adanya dorongan kewajiban bagi setiap Muslim/Muslimah, khususnya para ulamanya, untuk berdakwah mensyiarkan Islam sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya, “Sampaikanlah olehmu apa-apa yang berasal daripadaku, walau hanya satu ayat.” (Al-Hadis).
  2. Adanya kesungguhan hati dan keuletan para juru dakwah untuk berdakwah secara terus-menerus kepada keluarga, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya. Mereka berdakwah sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan rasul-Nya, yakni: tidak dengan paksaan dan kekerasan (peperangan), dengan cara bijaksana (bil-hikmah), dengan pengajaran yang baik (mau‘izatul hasanah), dengan bertukar pikiran disertai argumentasi-argumentasi yang benar dan tepat, dan dengan contoh teladan yang betul-betul islami. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT yang artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang baik dengan yang batil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125).
  3. Persyaratan untuk memasuki Islam sangat mudah, seseorang telah dianggap masuk Islam hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Demikian juga ajaran-ajaran Islam, mudah dipahami dan diamalkan oleh segenap rakyat Indonesia. Upacara-upacara dalam agama Islam lebih sederhana bila dibandingkan dengan upacara-upacara dalam agama lainnya.
  4. Ajaran Islam tentang persamaan dan tidak adanya sistem kasta dan diskriminasi mudah menarik simpati rakyat, terutama dan lapisan bawah.
  5. Banyak raja-raja Islam yang ada di berbagai wilayah Indonesia ikut berperan aktif melaksanakan kegiatan dakwah islamiah, khususnya terhadap rakyat mereka. Umumnya apa yang dianjurkan oleh para raja senantiasa ditaati oleh rakyatnya.imam-pendidikan.blogspot.com


ISLAM DI INDONESIA BERKEMBANG PESAT

Berikut ini perkembangan Islam di Indonesia melalui berbagai daerah :

1. PULAU SUMATERA
Dalam bahasan terdahulu sudah disebutkan hahwa daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah Sumatera bagian utara, seperti Pasai dan Perlak. Hal ini mudah diterima akal, karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India Ke Cina. Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi dan Gujarat, yang juga para mubalig Islam, banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah diislamkan, sehingga terbentuklah keluarga-keluarga Muslim. Selanjutnya mereka mensyiarkan Islam dengan cara yang bijaksana, baik dengan lisan maupun sikap dan perbuatan, terhadap sanak famili, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya. Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan jasmani dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat terpuji lainnya yang mereka miliki menyebabkan para penduduk hormat dan tertarik pada Islam, lalu tertarik masuk Islam. Para mubalig Islam pada waktu itu, tidak hanya berdakwah terhadap para penduduk biasa, tetapi juga kepada raja-raja kecil yang ada di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Ketika raja-raja tersebut masuk Islam, rakyat mereka pun kemudian banyak yang masuk Islam. Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai.Kerajaan ini berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe (Aceh Utara), rajanya bernama Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh. Beliau menikah dengan putri Raja Perlak yang memeluk agama Islam. Samudra Pasai semakin berkembang dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Hubungannya dengan pelabuhan Malaka, yang waktu itu sudah menjadi kerajaan kecil, semakin ramai, sehingga di tempat itu pun sejak abad ke-14 Masehi telah tumbuh dan berkembang masyarakat Islam. Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat. pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh Nusantara, ke pedalaman Sumatera, pesisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pulau-pulau lain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari Samudra Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Mekah.

2. PULAU JAWA
Kapan tepatnya Islam mulai masuk ke Pulau Jawa tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun, penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang wafat tahun 1101 M dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa. Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita asing tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-13 M hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak Majapahit mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan Islam ditemukan lebih banyak lagi. Misalnya saja penemuan kuburan Islam di Troloyo. Trowulan, dan Gresik, juga berita Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang adanya orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik. Hal ini membuktikan bahwa pada masa itu telah terjadi proses penyebaran agama Islam, mulai dari daerah pesisir dan kota-kota pelabuhan sampai ke pedalaman dan pusat Kerajaan Majapahit. Adanya proses penyebaran Islam di Kerajaan Majapahit terbukti dengan ditemukannya nisan makam Muslim di Trowulan yang letaknya bendekatan dengan kompleks makam para bangsawan Majapahit. Pertumbuhan masyarakat Muslim di sekitar Majapahit sangat erat kaitannya dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di Kerajaan Samudra Pasai dan Malaka. Untuk masa-masa selanjutnya pengembangari Islam di tanah Jawa dilakukan oleh para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Sanga (sembilan wali).
imam-pendidikan.blogspot.com


WALI SANGA

1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik

Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Magribi merupakan wali tertua di antara Wali Sanga yang mensyiarkan agama Islam di Jawa Timur, khususnya di Gresik, sehingga dikenal pula dengan nama Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik dengan mendirikan masjid dan pesantren, tempat mengajarkan Islam kepada para santri dan kepada segenap penduduk agar menjadi umat Islam yang bertakwa. Beliau wafat pada tahun 1419 M (882 H) dan dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik.

2. Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya adalah Raden Rahmat. Lahir pada tahun 1401 M dan wafat tahun 1481 M serta dimakamkan di desa Ampel. Sunan Ampel menikah dengan seorang putri Tuban bernama Nyi Ageng Manila dan dikaruniai empat orang anak, yaitu: Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Nyi Ageng Maloka, dan putri yang menjadi istri Sunan Kalijaga. Jasa-jasa Sunan Ampel antara lain : o Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig kenamaan, seperti: Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus untuk mensyiarkan Islam ke daerah Blambangan. o Berperan aktif dalam membangun masjid agung Demak, yang dibangun pada tahun 1479 M. o Memelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Fatah sebagai sultan pertamanya.

3. Sunan Bonang
Sunan Bonang nama aslinya adalah Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel, lahir tahun 1465 M dan wafat tahun 1515 M. Semasa hidup beliau mempelajari Islam dan ayahnya sendiri, kemudian bersama Raden Paku merantau ke Pasai untuk mendalami Islam. Jasa beliau sangat besar dalam penyiaran Islam.

4. Sunan Giri (1365 - 1428)
Beliau adalah salah seorang wali yang sangat besar pengaruhnya di Jawa, terutama di Jawa Timur. Ayahnya, Maulana Ishak, berasal dari Pasai dan ibunya, Sekardadu, putri Raja Blambangan Minak Sembayu. Belajar Islam di pesantren Ampel Denta dan di Pasai. Sekembalinya di Gresik, Sunan Giri (Raden Paku) mendirikan pesantren di Giri, kira-kira 3 km dari Gresik. Selain itu, beliau mengutus para mubalig untuk berdakwah ke daerah Madura, Bawean, Kangean, bahkan ke Lombok, Makasar, Ternate dan Tidore.

5. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifuddin, putra Sunan Ampel dan adik Sunan Bonang. Beliau berjasa dalam mensyiarkan Islam dan mendidik para santri sebagai calon mubalig. Santri-santrinya berasal dari berbagai daerah dan bahkan ada yang dari Ternate dan Hitu Ambon.

6. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati lebih dikenal dengan sebutan Syarif Hidayatullah atau Syeikh Nurullah. Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat dan berhasil mendirikan dua buah kerajaan Islam, yakni Banten dan Cirebon, serta berhasil pula menguasai pelabuhan Sunda Kelapa yang dulunya dikuasai oleh kerajaan Hindu Pakuan. Syarif Hidayatulah wafat pada tahun 1570 M dan dimakamkan di Gunung Jati (7 km sebelah utara Cirebon).

7. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq, lahir pada pertengahan abad ke-15 dan wafat pada tahun 1550 M (960 H). Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di daerah Kudus dan sekitarnya, Jawa Tengah bagian utara. Untuk melancarkan mekanisme dakwah Islam, Sunan Kudus membangun sebuah masjid yang terkenal sebagai Masjid Menara Kudus, yang dipandang sebagai warisan kebudayaan Islam Nusantara. Sunan Kudus juga terkenal sebagai seorang sastrawan, di antara karya sastranya yang terkenal adalah gending Maskumambang dan Mijil.

8. Sunan Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden Mas Syahid, salah seorang Wali Sanga yang terkenal karena berjiwa besar, toleran, dan juga pujangga. Beliau adalah seorang mubalig yang berdakwah sambil berkelana. Di dalam dakwahnya Sunan Kalijaga sering menggunakan kesenian rakyat (gamelan, wayang, serta lagu-lagu daerah). Beliau wafat pada akhir abad ke-16 dan dimakamkan di desa Kadilangu sebelah timur laut kota Demak.

9. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga. Beliau seorang mubalig yang berdakwah ke pelosok-pelosok desa dan daerah pegunungan. Di dalam dakwahnya beliau menggunakan sarana gamelan serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, yang terletak di sebelah utara kota Kudus.

3. PULAU SULAWESI
Pulau Sulawesi sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang Muslim dari Sumatera, Malaka, dan Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian penduduknya masih memeluk kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling besar dan terkenal adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang. Nama Gowa Tallo sebenarnya adalah nama dua kerajaan yang berdampingan dan selalu bersatu, seolah-olah merupakan kerajaan kembar. Oleh karena letaknya berada di kota Makasar, maka Gowa Tallo disebut juga Kerajaan Makasar, yang istananya terletak di Sumba Opu. Pada tahun 1562 - 1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama, Kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros, Mandar, dan Luwu. Pada masa itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dalam jumlah yang cukup besar. Kemudian atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan pengembangan Islam menjadi lebih intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. Beliau menjalin hubungan baik dengan kerajaan Ternate, bahkan secara pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan Babullah dari Ternate. Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan dan diislamkan. Demikian juga Bone, berhasil ditaklukkan pada tahun 1611 M. Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Para pedagang dari Barat yang hendak ke Maluku singgah di Gowa untuk mengisi perbekalan, bahkan kemudian rempah-rempah dari Maluku dapat diperoleh di sana, terkadang dengan harga yang lebih murah daripada di Maluku. Gowa menjadi pelabuhan dagang yang luar biasa ramai, disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan mancanegara. Hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan yang sangat besar, ditambah lagi persembahan dan upeti dari daerah-daerah taklukannya, maka Kerajaan Gowa pun menjadi kerajaan yang kaya-raya dan disegani pada masanya.


4. PULAU KALIMANTAN
Kalimantan, yang letaknya lebih dekat dengan Pulau Sumatera dan Jawa, ternyata menenima kedatangan Islam lebih belakangan dibanding Sulawesi dan Maluku. Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan Hindu yang berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab “Negara Kertagama” karya Empu Prapanca. Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja Sukarama. Setelah beliau meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung. Hal ini menimbulkan kemelut keluarga, karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta kerajaan. Akhirnya Pangeran Samudra dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang membawahi daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di hilir sungai Nagara. Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan Demak (Sultan Trenggono) untuk memerangi Kerajaan Daha, dengan perjanjian apabila Kerajaan Daha dapat dikalahkan maka Pangeran Samudra beserta rakyatnya bersedia masuk Islam. Ternyata berkat bantuan tentara Demak, Pangeran Tumenggung dan Kerajaan Daha dapat ditundukkan sesuai dengan perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran Samudra beserta segenap rakyatnya masuk Islam dan bergelar Sultan Suryamullah. Menurut A.A. Cense dalam bukunya, “De Kroniek van Banjarmasin 1928”, peristiwa itu terjadi pada tahun 1550 M. Sultan Suryamullah memindahkan ibukota kerajaannya dari Muara Bahan ke Banjarmasin, yang letaknya lebih strategis, sehingga mudah disinggahi kapal-kapal yang berukuran lebih besar. Pada masa itu Sultan Suryamullah berhasil menaklukkan daerah Sambas, Batanghari, Sukadana, Kota Waringin, Pambuang, Sampit, Mendawai, Sabangan, dan lain-lain. Hampir bersamaan waktunya, daerah Kalimantan Timur telah pula didatangi oleh orang-orang Islam. Berdasarkan hikayat Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua orang ulama besar bernama Dato Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. Kedua ulama itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Dato Ribandang kemudian kembali ke Makasar, sedangkan Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai. Raja Mahkota kemudian masuk Islam setelah merasa kalah dalam ilmu kesaktian. Proses penyebaran Islam di Kutai dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575 M. Penyebaran Islam secara lebih intensif sampai ke daerah-daerah pedalaman terjadi setelah Raja Mahkota wafat. Putranya, Pangeran Aji Langgar, dan penggantinya melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Muara Kaman.


5. Maluku dan Sekitarnya Antara tahun 1400 - 1500 M (abad ke-15)
Islam telah masuk dan berkembang di Maluku, dibawa oleh para pedagang Muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa. Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren di Jawa Timur untuk mempelajari Islam. Raja-raja di Maluku yang masuk Islam di antaranya: 1) Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465 - 1486). Setelah beliau wafat, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang besar jasanya dalam mensyiarkan Islam di kepulauan Maluku dan Irian, bahkan sampai ke Filipina. 2) Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin. 3) Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin. 4) Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan Zaenal Abidin. Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian, yang disiarkan oleh raja-raja Islam Maluku, para pedagang dan para mubalig yang juga berasal dan Maluku. Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.


HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Hikmah perkembangan Islam di Indonesia dapat dipahami dari peranan umat Islam di Indonesia pada masa penjajahan, masa perang kemerdekaan dan masa pembangunan.


1. Masa Penjajahan

a) Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan

Peranan Islam sebelum kaum penjajah, yakni Portugis, Belanda, dan Jepang, masuk ke Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Agama Islam agama yang sempurna, yang ajarannya mencakup berbagai bidang kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah (akidah dan ibadah), maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan makhluk Allah lainnya (sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan). Dengan dianutnya agama Islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah banyak mendatangkan perubahan. 

Perubahan-perubahan itu antara lain:

  • Masyarakat Indonesia dibebaskan dari pemujaan berhala dan pendewaan raja-raja serta dibimbing agar menghambakan diri hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
  • Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan Islam, (lihat Q.S. An-Nahl : 90), mampu mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya menganut sistem kasta dan diskniminasi menjadi masyarakat yang setiap anggotanya mempunyai kedudukan, harkat, martabat, dan hak-hak yang sama.
  • Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang didengungkan Islam dengan semboyan “Hubbul-Watan Minal-Imãn” (cinta tanah air sebagian dan iman) mampu mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia, khususnya para pemudanya, yang dulunya bersifat sektanian (lebih mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis (lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negaranya). Hal ini ditandai dengan lahirnya organisasi pemuda yang bernama Jong Indonesia pada bulan Februari 1927 dan dikumandangkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
  • Semboyan yang diajarkan Islam yang berbunyi “Islam adalah agama yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan” telah mampu mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan usaha-usaha mewujudkan kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara. Mula-mula dengan cara damai, tapi karena tidak bisa lalu dengan menempuh cara peperangan. Allah SWT berfirman, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Q.S. Al-Baqarah: 190). Menurut Islam, berperang dalam rangka mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, negara, dan agama merupakan “Jihad fi sabilillah” yang hukumnya wajib. Sedangkan umat Islam yang mati dalam “Jihad fi sabilillah” tersebut dianggap mati syahid, yang imbalannya adalah surga. Perubahan-perubahan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang ditanamkan Islam tersebut mendorong umat Islam Indonesia di berbagai pelosok tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah dengan berbagai cara, antara lain dengan cara peperangan. Perjuangan mengusir penjajah terus berlanjut, sampai kaum penjajah betul betul angkat kaki dari bumi Indonesia.

b) Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan
-Perlawanan terhadap Penjajah Portugis-
Bangsa Portugis datang dari Eropa Barat ke Dunia Timur, termasuk Indonesia, dengan semboyan “gold (tambang emas), glory (kemuliaan, keagungan), dan gospel (penyebaran agama Nasrani).” Untuk mewujudkan semboyan tersebut, bangsa Portugis melakukan berbagai usaha dengan menghalalkan segala cara. Antara lain pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka, yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Sultan Mahmud Syah (1488 - 1511). Dari Malaka bangsa Portugis melebarkan pengaruh dan kekuasaannya ke kepulauan Nusantara, antara lain ke kepulauan Maluku lalu mendirikan benteng pertahanan di sana, dan ke Pulau Jawa dengan mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kelapa. Sikap bangsa Portugis yang kasar dan angkuh, yang bermaksud merebut kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalam perdagangan, menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia bangkit untuk memberikan perlawanan mengusir penjajah Portugis dari bumi Nusantara. Putra Mahkota Kesultanan Demak, Adipati Unus, memimpin penyerangan terhadap penjajah Portugis di Malaka (1513), dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh bala tentara Aceh dan Sultan Malaka yang sudah tersingkir. Namun penyerangan ini dapat digagalkan oleh penjajah Portugis, karena keunggulan mereka di bidang persenjataan, perlawanan terhadap penjajah Portugis yang bermarkas di Malaka ini diteruskan oleh Sultan Trenggono yang memerintah Demak selama 25 tahun (1521-1546). Berkali-kali beliau mengirim bantuan ke Johar dan Aceh untuk merebut Malaka dari penjajahan Portugis, namun tetap tidak berhasil. Kalau perlawanan umat Islam terhadap penjajah Portugis yang bermarkas di Malaka mengalami kegagalan, lain halnya dengan perlawanan terhadap penjajah Portugis yang berpusat di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku yang memperoleh hasil gemilang. Pada tahun 1526 bala tentara Demak di bawah pimpinan panglima perang Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju Sunda Kelapa untuk mengusir penjajah Portugis. Setibanya di Sunda Kelapa, Fatahillah dan bala tentaranya mengepung Sunda Kelapa dan terjadilah pertempuran sengit melawan penjajahan Portugis. Dalam pertempuran ini Fatahiliah dan bala tentaranya memperoleh kemenangan. Sunda Kelapa direbut dari tangan penjajah. Kemudian Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta. Di daerah Maluku, Portugis yang bersahabat dengan Ternate, dan Spanyol yang bersahabat dengan Tidore, berhasil mengadu domba dua kerajaan Islam tersehut. Sementara kedua kerajaan tersebut bertempur mati-matian, Portugis dan Spanyol mengadakan Perjanjian Tondesilas (1529) yang isinya : 1. Maluku menjadi milik Portugis 2. Filipina Selatan menjadi milik Spanyol Perjanjian ini sangat menekan rakyat Maluku, terutama Ternate. Oleh karena itu, Sultan Haerun bersama rakyatnya berbalik melawan Portugis. Kebencian rakyat Ternate semakin meluas, ketika Sultan Haerun dibunuh secara licik pada tahun 1570. Perang pun meletus, dipimpin Sultan Baabullah, putra Sultan Haerun, rakyat Ternate berperang dengan gagah berani. Setelah berperarang selama empat tahun, akhirnya pada tahun 1574. rakyat Ternate berhasil mengusir Portugis dari bumi Maluku.

-Perlawanan terhadap Penjajah Belanda-
Setelah penjajah Portugis angkat kaki dari bumi Indonesia, bangsa Indonesia kembali dijajah oleh bangsa Belanda, yang untuk pertama kali berlabuh di Banten pada tahun 1596 dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia sama dengan tujuan penjajah Portugis, yakni untuk memaksakan praktik monopoli perdagangan dalam menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Nusantara. Untuk mencapai tujuan tersebut, penjajah Belanda menempuh berbagai usaha dan menghalalkan segala cara. Misalkan, menerapkan politik Divide et Impera muslihat damai, mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dari bumi Nusantara untuk membangun bangsanya, dan membiarkan rakyat Indonesia berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Menghadapi sikap dan perilaku penjajah Belanda yang tidak berperi kemanusiaan dan berperikeadilan tersebut, kerajaan-kerajaan Islam dan umat Islam yang ada di berbagai pelosok Indonesia, dipimpin panglima perangnya masing-masing, bangkit mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Sejarah mencatat dengan tinta emas, sederetan nama para pejuang kusuma bangsa yang rela menderita, bahkan berkorban jiwa dalam berperang melawan penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia tercinta. Di Pulau Jawa nama-nama tersebut antara lain: Sultan Ageng Tirtayasa, Kyai Tapa dan Bagus Buang dari Kesultanan Banten, Sultan Agung dari Kesultanan Mataram, dan Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Yogyakarta. Di Pulau Sumatera tercatat nama Tuanku Imam Bonjol, yang telah meminipin bala tentara Muslim dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 17 tahun, sehingga merepotkan penjajah Belanda dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Setelah Tuanku Imam Bonjol tertangkap, perjuangan diteruskan oleh Tuanku Tambusai. Dari Kesultanan Aceh kita mcngenal sederetan nama para panglima perang Islam seperti: Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Cek Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, dan Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah. Dari Maluku, yakni dari Kesultanan Ternate dan Tidore, tercatat nama-nama para pejuang kusuma bangsa seperti Saidi, Sultan Jamaluddin, dan Pangeran Neuku. Dari Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Gowa-Tallo dan Bone, terkenal nama para pahlawan bangsa seperti Sultan Hasanuddin dan Lamadu Kelleng yang bergelar Arung Palaka. Sedangkan dari Kalimantan Selatan, rakyat yang mengalami penderitaan dan kesengsaraan akibat pajak yang tinggi dan kewajiban kerja paksa serempak mengangkat senjata di bawah pimpinan para panglima perang, seperti : Pangeran Antasari, Kyai Demang Lemam, Berasa, Haji Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran Hidayat, Pangeran Maradipa, dan Tumenggung Mancanegara. Demikianlah nama-nama para pahlawan Islam sebagai para pejuang kusuma bangsa dari berbagai kepulauan di Nusantara, yang telah berperang melawan imperialisme Belanda. Sayangnya. perlawanan mereka dapat dipatahkan oleh penjajah Belanda. Hal ini disebabkan antara lain karena perlawanan mereka lebih bersifat lokal regional sporadis (tidak merata) dan kurang terkoordinasi serta persenjataan pihak kaum imperialis jauh lebih canggih. Walaupun perlawanan para pahlawan Islam tersebut dapat dipatahkan oleh kaum penjajah, namun perlawanan dan perjuangan umat Islam terus benlanjut dengan berbagai bentuk dan cara, sehingga kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia betul-betul terwujud.

Demikian Materi Perkembangan Islam Di Indonesia semoga bermanfaat.

KESIMPULAN :
Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 pada masa kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Islam dibawa oleh bangsa Arab, Persia, dan Gujarat. Saluran yang digunakan untuk menyebarkan agama islam yaitu melalui hubungan perdagangan, pernikahan dengan warga setempat, dan pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.

Perkembangan agama islam di Indonesia menyebar dengan beberapa faktor yang mendukung, yaitu :
  • Agama islam tidak mengenal perbedaan golongan
  • Agama islam cocok dengan jiwa pedagang
  • Sifat bangsa Indonesia yang ramah

MATERI PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

imam-pendidikan.blogspot.com
MATERI KELAS XII
BAB 9 PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

Baca Juga :


Sejarah memang tidak bisa kita lupakan karena ia merupakan bagian dari pendidikan.

Seperti yang di katakan Emha Ainun Nadjib (Sejarawan;Budayawan indonesia) bahwa "Agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah, kebudayaan, politik".


Sebagai seorang yang berpendidikan tentunya sejarah adalah suatu acuan dalam mencari dan memahami ilmu pengetahuan. Dalam hal ini penulis tentunya akan membahas sedikit Materi Perkembangan Islam Di Indonesia. Namun sejarah ini sangat bekaitan erat dengan Sejarah Peradaban Islam Di Dunia, Perkembangan IslamPada Masa Modern, Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan. (Baca selengkapnya - Blog Anak Sekolah imam-pendidikan.blogspot.com


Bicara Islam di Indonesia tentunya tidak terlepas dari sejarah para wali sanga yang sudah banyak memberikan kontribusi masuknya islam di seluruh penjuru negeri ini, khusus nya di jawa.


Bahkan menurut Wikipedia Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar umat Muslim di dunia. Data Sensus Penduduk 2018 menunjukkan ada sekitar 86,7% atau 231 juta jiwa dari total 266 juta jiwa penduduk beragama Islam.


MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Buddha teLah dianut oleh masyarakat Indonesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wiLayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha. disebutkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali pada abad pertama Hijriah (kira-kira abad 8 Masehi).

Islam masuk ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu :
  • Jalur utara, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) - Damaskus –Bagdad - Gujarat (Pantai Barat India) - Srilangka – Indonesia.
  • Jalur selatan, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) - Yaman – Gujarat - Srilangka - Indonesia Daerah pertama dan kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai Sumatera bagian utara.
Berawal dari daerah itulah Islam mulai menyebar ke berbagai pelosok Indonesia, yaitu: wilayah-wilayah Pulau Sumatera (selain pantai Sumatera bagian utara), Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Kepulauan Maluku dan sekitarnya, dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Dalam waktu yang tidak terlalu lama Islam telah tersebar ke seluruh pelosok kepulauan Indonesia, sehingga mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam.

Hal itu disebabkan antara lain sebagai berikut :
  1. Adanya dorongan kewajiban bagi setiap Muslim/Muslimah, khususnya para ulamanya, untuk berdakwah mensyiarkan Islam sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya, “Sampaikanlah olehmu apa-apa yang berasal daripadaku, walau hanya satu ayat.” (Al-Hadis).
  2. Adanya kesungguhan hati dan keuletan para juru dakwah untuk berdakwah secara terus-menerus kepada keluarga, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya. Mereka berdakwah sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan rasul-Nya, yakni: tidak dengan paksaan dan kekerasan (peperangan), dengan cara bijaksana (bil-hikmah), dengan pengajaran yang baik (mau‘izatul hasanah), dengan bertukar pikiran disertai argumentasi-argumentasi yang benar dan tepat, dan dengan contoh teladan yang betul-betul islami. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT yang artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang baik dengan yang batil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125).
  3. Persyaratan untuk memasuki Islam sangat mudah, seseorang telah dianggap masuk Islam hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Demikian juga ajaran-ajaran Islam, mudah dipahami dan diamalkan oleh segenap rakyat Indonesia. Upacara-upacara dalam agama Islam lebih sederhana bila dibandingkan dengan upacara-upacara dalam agama lainnya.
  4. Ajaran Islam tentang persamaan dan tidak adanya sistem kasta dan diskriminasi mudah menarik simpati rakyat, terutama dan lapisan bawah.
  5. Banyak raja-raja Islam yang ada di berbagai wilayah Indonesia ikut berperan aktif melaksanakan kegiatan dakwah islamiah, khususnya terhadap rakyat mereka. Umumnya apa yang dianjurkan oleh para raja senantiasa ditaati oleh rakyatnya.imam-pendidikan.blogspot.com


ISLAM DI INDONESIA BERKEMBANG PESAT

Berikut ini perkembangan Islam di Indonesia melalui berbagai daerah :

1. PULAU SUMATERA
Dalam bahasan terdahulu sudah disebutkan hahwa daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah Sumatera bagian utara, seperti Pasai dan Perlak. Hal ini mudah diterima akal, karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India Ke Cina. Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi dan Gujarat, yang juga para mubalig Islam, banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah diislamkan, sehingga terbentuklah keluarga-keluarga Muslim. Selanjutnya mereka mensyiarkan Islam dengan cara yang bijaksana, baik dengan lisan maupun sikap dan perbuatan, terhadap sanak famili, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya. Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan jasmani dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat terpuji lainnya yang mereka miliki menyebabkan para penduduk hormat dan tertarik pada Islam, lalu tertarik masuk Islam. Para mubalig Islam pada waktu itu, tidak hanya berdakwah terhadap para penduduk biasa, tetapi juga kepada raja-raja kecil yang ada di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Ketika raja-raja tersebut masuk Islam, rakyat mereka pun kemudian banyak yang masuk Islam. Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai.Kerajaan ini berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe (Aceh Utara), rajanya bernama Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh. Beliau menikah dengan putri Raja Perlak yang memeluk agama Islam. Samudra Pasai semakin berkembang dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Hubungannya dengan pelabuhan Malaka, yang waktu itu sudah menjadi kerajaan kecil, semakin ramai, sehingga di tempat itu pun sejak abad ke-14 Masehi telah tumbuh dan berkembang masyarakat Islam. Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat. pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh Nusantara, ke pedalaman Sumatera, pesisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pulau-pulau lain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari Samudra Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Mekah.

2. PULAU JAWA
Kapan tepatnya Islam mulai masuk ke Pulau Jawa tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun, penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang wafat tahun 1101 M dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa. Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita asing tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-13 M hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak Majapahit mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan Islam ditemukan lebih banyak lagi. Misalnya saja penemuan kuburan Islam di Troloyo. Trowulan, dan Gresik, juga berita Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang adanya orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik. Hal ini membuktikan bahwa pada masa itu telah terjadi proses penyebaran agama Islam, mulai dari daerah pesisir dan kota-kota pelabuhan sampai ke pedalaman dan pusat Kerajaan Majapahit. Adanya proses penyebaran Islam di Kerajaan Majapahit terbukti dengan ditemukannya nisan makam Muslim di Trowulan yang letaknya bendekatan dengan kompleks makam para bangsawan Majapahit. Pertumbuhan masyarakat Muslim di sekitar Majapahit sangat erat kaitannya dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di Kerajaan Samudra Pasai dan Malaka. Untuk masa-masa selanjutnya pengembangari Islam di tanah Jawa dilakukan oleh para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Sanga (sembilan wali).
imam-pendidikan.blogspot.com


WALI SANGA

1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik

Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Magribi merupakan wali tertua di antara Wali Sanga yang mensyiarkan agama Islam di Jawa Timur, khususnya di Gresik, sehingga dikenal pula dengan nama Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik dengan mendirikan masjid dan pesantren, tempat mengajarkan Islam kepada para santri dan kepada segenap penduduk agar menjadi umat Islam yang bertakwa. Beliau wafat pada tahun 1419 M (882 H) dan dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik.

2. Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya adalah Raden Rahmat. Lahir pada tahun 1401 M dan wafat tahun 1481 M serta dimakamkan di desa Ampel. Sunan Ampel menikah dengan seorang putri Tuban bernama Nyi Ageng Manila dan dikaruniai empat orang anak, yaitu: Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Nyi Ageng Maloka, dan putri yang menjadi istri Sunan Kalijaga. Jasa-jasa Sunan Ampel antara lain : o Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig kenamaan, seperti: Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus untuk mensyiarkan Islam ke daerah Blambangan. o Berperan aktif dalam membangun masjid agung Demak, yang dibangun pada tahun 1479 M. o Memelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Fatah sebagai sultan pertamanya.

3. Sunan Bonang
Sunan Bonang nama aslinya adalah Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel, lahir tahun 1465 M dan wafat tahun 1515 M. Semasa hidup beliau mempelajari Islam dan ayahnya sendiri, kemudian bersama Raden Paku merantau ke Pasai untuk mendalami Islam. Jasa beliau sangat besar dalam penyiaran Islam.

4. Sunan Giri (1365 - 1428)
Beliau adalah salah seorang wali yang sangat besar pengaruhnya di Jawa, terutama di Jawa Timur. Ayahnya, Maulana Ishak, berasal dari Pasai dan ibunya, Sekardadu, putri Raja Blambangan Minak Sembayu. Belajar Islam di pesantren Ampel Denta dan di Pasai. Sekembalinya di Gresik, Sunan Giri (Raden Paku) mendirikan pesantren di Giri, kira-kira 3 km dari Gresik. Selain itu, beliau mengutus para mubalig untuk berdakwah ke daerah Madura, Bawean, Kangean, bahkan ke Lombok, Makasar, Ternate dan Tidore.

5. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifuddin, putra Sunan Ampel dan adik Sunan Bonang. Beliau berjasa dalam mensyiarkan Islam dan mendidik para santri sebagai calon mubalig. Santri-santrinya berasal dari berbagai daerah dan bahkan ada yang dari Ternate dan Hitu Ambon.

6. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati lebih dikenal dengan sebutan Syarif Hidayatullah atau Syeikh Nurullah. Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat dan berhasil mendirikan dua buah kerajaan Islam, yakni Banten dan Cirebon, serta berhasil pula menguasai pelabuhan Sunda Kelapa yang dulunya dikuasai oleh kerajaan Hindu Pakuan. Syarif Hidayatulah wafat pada tahun 1570 M dan dimakamkan di Gunung Jati (7 km sebelah utara Cirebon).

7. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq, lahir pada pertengahan abad ke-15 dan wafat pada tahun 1550 M (960 H). Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di daerah Kudus dan sekitarnya, Jawa Tengah bagian utara. Untuk melancarkan mekanisme dakwah Islam, Sunan Kudus membangun sebuah masjid yang terkenal sebagai Masjid Menara Kudus, yang dipandang sebagai warisan kebudayaan Islam Nusantara. Sunan Kudus juga terkenal sebagai seorang sastrawan, di antara karya sastranya yang terkenal adalah gending Maskumambang dan Mijil.

8. Sunan Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden Mas Syahid, salah seorang Wali Sanga yang terkenal karena berjiwa besar, toleran, dan juga pujangga. Beliau adalah seorang mubalig yang berdakwah sambil berkelana. Di dalam dakwahnya Sunan Kalijaga sering menggunakan kesenian rakyat (gamelan, wayang, serta lagu-lagu daerah). Beliau wafat pada akhir abad ke-16 dan dimakamkan di desa Kadilangu sebelah timur laut kota Demak.

9. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga. Beliau seorang mubalig yang berdakwah ke pelosok-pelosok desa dan daerah pegunungan. Di dalam dakwahnya beliau menggunakan sarana gamelan serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, yang terletak di sebelah utara kota Kudus.

3. PULAU SULAWESI
Pulau Sulawesi sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang Muslim dari Sumatera, Malaka, dan Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian penduduknya masih memeluk kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling besar dan terkenal adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang. Nama Gowa Tallo sebenarnya adalah nama dua kerajaan yang berdampingan dan selalu bersatu, seolah-olah merupakan kerajaan kembar. Oleh karena letaknya berada di kota Makasar, maka Gowa Tallo disebut juga Kerajaan Makasar, yang istananya terletak di Sumba Opu. Pada tahun 1562 - 1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama, Kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros, Mandar, dan Luwu. Pada masa itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dalam jumlah yang cukup besar. Kemudian atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan pengembangan Islam menjadi lebih intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. Beliau menjalin hubungan baik dengan kerajaan Ternate, bahkan secara pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan Babullah dari Ternate. Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan dan diislamkan. Demikian juga Bone, berhasil ditaklukkan pada tahun 1611 M. Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Para pedagang dari Barat yang hendak ke Maluku singgah di Gowa untuk mengisi perbekalan, bahkan kemudian rempah-rempah dari Maluku dapat diperoleh di sana, terkadang dengan harga yang lebih murah daripada di Maluku. Gowa menjadi pelabuhan dagang yang luar biasa ramai, disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan mancanegara. Hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan yang sangat besar, ditambah lagi persembahan dan upeti dari daerah-daerah taklukannya, maka Kerajaan Gowa pun menjadi kerajaan yang kaya-raya dan disegani pada masanya.


4. PULAU KALIMANTAN
Kalimantan, yang letaknya lebih dekat dengan Pulau Sumatera dan Jawa, ternyata menenima kedatangan Islam lebih belakangan dibanding Sulawesi dan Maluku. Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan Hindu yang berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab “Negara Kertagama” karya Empu Prapanca. Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja Sukarama. Setelah beliau meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung. Hal ini menimbulkan kemelut keluarga, karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta kerajaan. Akhirnya Pangeran Samudra dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang membawahi daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di hilir sungai Nagara. Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan Demak (Sultan Trenggono) untuk memerangi Kerajaan Daha, dengan perjanjian apabila Kerajaan Daha dapat dikalahkan maka Pangeran Samudra beserta rakyatnya bersedia masuk Islam. Ternyata berkat bantuan tentara Demak, Pangeran Tumenggung dan Kerajaan Daha dapat ditundukkan sesuai dengan perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran Samudra beserta segenap rakyatnya masuk Islam dan bergelar Sultan Suryamullah. Menurut A.A. Cense dalam bukunya, “De Kroniek van Banjarmasin 1928”, peristiwa itu terjadi pada tahun 1550 M. Sultan Suryamullah memindahkan ibukota kerajaannya dari Muara Bahan ke Banjarmasin, yang letaknya lebih strategis, sehingga mudah disinggahi kapal-kapal yang berukuran lebih besar. Pada masa itu Sultan Suryamullah berhasil menaklukkan daerah Sambas, Batanghari, Sukadana, Kota Waringin, Pambuang, Sampit, Mendawai, Sabangan, dan lain-lain. Hampir bersamaan waktunya, daerah Kalimantan Timur telah pula didatangi oleh orang-orang Islam. Berdasarkan hikayat Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua orang ulama besar bernama Dato Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. Kedua ulama itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Dato Ribandang kemudian kembali ke Makasar, sedangkan Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai. Raja Mahkota kemudian masuk Islam setelah merasa kalah dalam ilmu kesaktian. Proses penyebaran Islam di Kutai dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575 M. Penyebaran Islam secara lebih intensif sampai ke daerah-daerah pedalaman terjadi setelah Raja Mahkota wafat. Putranya, Pangeran Aji Langgar, dan penggantinya melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Muara Kaman.


5. Maluku dan Sekitarnya Antara tahun 1400 - 1500 M (abad ke-15)
Islam telah masuk dan berkembang di Maluku, dibawa oleh para pedagang Muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa. Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren di Jawa Timur untuk mempelajari Islam. Raja-raja di Maluku yang masuk Islam di antaranya: 1) Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465 - 1486). Setelah beliau wafat, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang besar jasanya dalam mensyiarkan Islam di kepulauan Maluku dan Irian, bahkan sampai ke Filipina. 2) Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin. 3) Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin. 4) Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan Zaenal Abidin. Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian, yang disiarkan oleh raja-raja Islam Maluku, para pedagang dan para mubalig yang juga berasal dan Maluku. Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.


HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Hikmah perkembangan Islam di Indonesia dapat dipahami dari peranan umat Islam di Indonesia pada masa penjajahan, masa perang kemerdekaan dan masa pembangunan.


1. Masa Penjajahan

a) Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan

Peranan Islam sebelum kaum penjajah, yakni Portugis, Belanda, dan Jepang, masuk ke Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Agama Islam agama yang sempurna, yang ajarannya mencakup berbagai bidang kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah (akidah dan ibadah), maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan makhluk Allah lainnya (sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan). Dengan dianutnya agama Islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah banyak mendatangkan perubahan. 

Perubahan-perubahan itu antara lain:

  • Masyarakat Indonesia dibebaskan dari pemujaan berhala dan pendewaan raja-raja serta dibimbing agar menghambakan diri hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
  • Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan Islam, (lihat Q.S. An-Nahl : 90), mampu mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya menganut sistem kasta dan diskniminasi menjadi masyarakat yang setiap anggotanya mempunyai kedudukan, harkat, martabat, dan hak-hak yang sama.
  • Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang didengungkan Islam dengan semboyan “Hubbul-Watan Minal-Imãn” (cinta tanah air sebagian dan iman) mampu mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia, khususnya para pemudanya, yang dulunya bersifat sektanian (lebih mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis (lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negaranya). Hal ini ditandai dengan lahirnya organisasi pemuda yang bernama Jong Indonesia pada bulan Februari 1927 dan dikumandangkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
  • Semboyan yang diajarkan Islam yang berbunyi “Islam adalah agama yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan” telah mampu mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan usaha-usaha mewujudkan kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara. Mula-mula dengan cara damai, tapi karena tidak bisa lalu dengan menempuh cara peperangan. Allah SWT berfirman, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Q.S. Al-Baqarah: 190). Menurut Islam, berperang dalam rangka mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, negara, dan agama merupakan “Jihad fi sabilillah” yang hukumnya wajib. Sedangkan umat Islam yang mati dalam “Jihad fi sabilillah” tersebut dianggap mati syahid, yang imbalannya adalah surga. Perubahan-perubahan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang ditanamkan Islam tersebut mendorong umat Islam Indonesia di berbagai pelosok tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah dengan berbagai cara, antara lain dengan cara peperangan. Perjuangan mengusir penjajah terus berlanjut, sampai kaum penjajah betul betul angkat kaki dari bumi Indonesia.

b) Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan
-Perlawanan terhadap Penjajah Portugis-
Bangsa Portugis datang dari Eropa Barat ke Dunia Timur, termasuk Indonesia, dengan semboyan “gold (tambang emas), glory (kemuliaan, keagungan), dan gospel (penyebaran agama Nasrani).” Untuk mewujudkan semboyan tersebut, bangsa Portugis melakukan berbagai usaha dengan menghalalkan segala cara. Antara lain pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka, yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Sultan Mahmud Syah (1488 - 1511). Dari Malaka bangsa Portugis melebarkan pengaruh dan kekuasaannya ke kepulauan Nusantara, antara lain ke kepulauan Maluku lalu mendirikan benteng pertahanan di sana, dan ke Pulau Jawa dengan mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kelapa. Sikap bangsa Portugis yang kasar dan angkuh, yang bermaksud merebut kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalam perdagangan, menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia bangkit untuk memberikan perlawanan mengusir penjajah Portugis dari bumi Nusantara. Putra Mahkota Kesultanan Demak, Adipati Unus, memimpin penyerangan terhadap penjajah Portugis di Malaka (1513), dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh bala tentara Aceh dan Sultan Malaka yang sudah tersingkir. Namun penyerangan ini dapat digagalkan oleh penjajah Portugis, karena keunggulan mereka di bidang persenjataan, perlawanan terhadap penjajah Portugis yang bermarkas di Malaka ini diteruskan oleh Sultan Trenggono yang memerintah Demak selama 25 tahun (1521-1546). Berkali-kali beliau mengirim bantuan ke Johar dan Aceh untuk merebut Malaka dari penjajahan Portugis, namun tetap tidak berhasil. Kalau perlawanan umat Islam terhadap penjajah Portugis yang bermarkas di Malaka mengalami kegagalan, lain halnya dengan perlawanan terhadap penjajah Portugis yang berpusat di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku yang memperoleh hasil gemilang. Pada tahun 1526 bala tentara Demak di bawah pimpinan panglima perang Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju Sunda Kelapa untuk mengusir penjajah Portugis. Setibanya di Sunda Kelapa, Fatahillah dan bala tentaranya mengepung Sunda Kelapa dan terjadilah pertempuran sengit melawan penjajahan Portugis. Dalam pertempuran ini Fatahiliah dan bala tentaranya memperoleh kemenangan. Sunda Kelapa direbut dari tangan penjajah. Kemudian Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta. Di daerah Maluku, Portugis yang bersahabat dengan Ternate, dan Spanyol yang bersahabat dengan Tidore, berhasil mengadu domba dua kerajaan Islam tersehut. Sementara kedua kerajaan tersebut bertempur mati-matian, Portugis dan Spanyol mengadakan Perjanjian Tondesilas (1529) yang isinya : 1. Maluku menjadi milik Portugis 2. Filipina Selatan menjadi milik Spanyol Perjanjian ini sangat menekan rakyat Maluku, terutama Ternate. Oleh karena itu, Sultan Haerun bersama rakyatnya berbalik melawan Portugis. Kebencian rakyat Ternate semakin meluas, ketika Sultan Haerun dibunuh secara licik pada tahun 1570. Perang pun meletus, dipimpin Sultan Baabullah, putra Sultan Haerun, rakyat Ternate berperang dengan gagah berani. Setelah berperarang selama empat tahun, akhirnya pada tahun 1574. rakyat Ternate berhasil mengusir Portugis dari bumi Maluku.

-Perlawanan terhadap Penjajah Belanda-
Setelah penjajah Portugis angkat kaki dari bumi Indonesia, bangsa Indonesia kembali dijajah oleh bangsa Belanda, yang untuk pertama kali berlabuh di Banten pada tahun 1596 dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia sama dengan tujuan penjajah Portugis, yakni untuk memaksakan praktik monopoli perdagangan dalam menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Nusantara. Untuk mencapai tujuan tersebut, penjajah Belanda menempuh berbagai usaha dan menghalalkan segala cara. Misalkan, menerapkan politik Divide et Impera muslihat damai, mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dari bumi Nusantara untuk membangun bangsanya, dan membiarkan rakyat Indonesia berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Menghadapi sikap dan perilaku penjajah Belanda yang tidak berperi kemanusiaan dan berperikeadilan tersebut, kerajaan-kerajaan Islam dan umat Islam yang ada di berbagai pelosok Indonesia, dipimpin panglima perangnya masing-masing, bangkit mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Sejarah mencatat dengan tinta emas, sederetan nama para pejuang kusuma bangsa yang rela menderita, bahkan berkorban jiwa dalam berperang melawan penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia tercinta. Di Pulau Jawa nama-nama tersebut antara lain: Sultan Ageng Tirtayasa, Kyai Tapa dan Bagus Buang dari Kesultanan Banten, Sultan Agung dari Kesultanan Mataram, dan Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Yogyakarta. Di Pulau Sumatera tercatat nama Tuanku Imam Bonjol, yang telah meminipin bala tentara Muslim dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 17 tahun, sehingga merepotkan penjajah Belanda dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Setelah Tuanku Imam Bonjol tertangkap, perjuangan diteruskan oleh Tuanku Tambusai. Dari Kesultanan Aceh kita mcngenal sederetan nama para panglima perang Islam seperti: Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Cek Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, dan Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah. Dari Maluku, yakni dari Kesultanan Ternate dan Tidore, tercatat nama-nama para pejuang kusuma bangsa seperti Saidi, Sultan Jamaluddin, dan Pangeran Neuku. Dari Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Gowa-Tallo dan Bone, terkenal nama para pahlawan bangsa seperti Sultan Hasanuddin dan Lamadu Kelleng yang bergelar Arung Palaka. Sedangkan dari Kalimantan Selatan, rakyat yang mengalami penderitaan dan kesengsaraan akibat pajak yang tinggi dan kewajiban kerja paksa serempak mengangkat senjata di bawah pimpinan para panglima perang, seperti : Pangeran Antasari, Kyai Demang Lemam, Berasa, Haji Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran Hidayat, Pangeran Maradipa, dan Tumenggung Mancanegara. Demikianlah nama-nama para pahlawan Islam sebagai para pejuang kusuma bangsa dari berbagai kepulauan di Nusantara, yang telah berperang melawan imperialisme Belanda. Sayangnya. perlawanan mereka dapat dipatahkan oleh penjajah Belanda. Hal ini disebabkan antara lain karena perlawanan mereka lebih bersifat lokal regional sporadis (tidak merata) dan kurang terkoordinasi serta persenjataan pihak kaum imperialis jauh lebih canggih. Walaupun perlawanan para pahlawan Islam tersebut dapat dipatahkan oleh kaum penjajah, namun perlawanan dan perjuangan umat Islam terus benlanjut dengan berbagai bentuk dan cara, sehingga kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia betul-betul terwujud.

Demikian Materi Perkembangan Islam Di Indonesia semoga bermanfaat.

KESIMPULAN :
Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 pada masa kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Islam dibawa oleh bangsa Arab, Persia, dan Gujarat. Saluran yang digunakan untuk menyebarkan agama islam yaitu melalui hubungan perdagangan, pernikahan dengan warga setempat, dan pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.

Perkembangan agama islam di Indonesia menyebar dengan beberapa faktor yang mendukung, yaitu :
  • Agama islam tidak mengenal perbedaan golongan
  • Agama islam cocok dengan jiwa pedagang
  • Sifat bangsa Indonesia yang ramah

Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo